BIOGRAFI KH. AHMAD SYADZILI MUHDLOR
KH. Ahmad Syadzili Muhdlor, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Yai Syadzili ini
lahir di Sedayu, Gresik pada tahun 1918. Abah beliau bernama H. Muhdlar bin H. Khudhari
Bani Imran. Empat tahun setelah Yai Syadzili dilahirkan beliau ditinggal wafat oleh sang
ibu. Sehingga beliau besar dalam asuhan abahnya.
Mengenyam pendidikan sampai ke pernikahan
Selepas dikhitan, Yai Syadzili dipasrahkan kepada Kyai Munawwar Al-Hafidz, Sidayu
Gresik. Di bawah bimbingan langsung Kyai Munawwar, Yai Syadzili mampu mengkhatamkan
Al-Qur'an bilghoib dalam usia yang masih dini yakni 10 tahun.
Setelah mengaji kepada Kyai Munawwar sedayu, Yai Syadzili melanjutkan mencari ilmu di
Pondok Pesantren Kranji Kabupaten Lamongan, sebelum beliau melanjutkan mondok di
pesantren Tebu Ireng, yang berada di bawah asuhan langsung Hadrotus Syeikh KH. Hasyim
Asy'ari selama delapan tahun.
Pada masa mudanya, Yai Syadzili dikenal sebagai seorang pemuda yang pandai dan memiliki
ilmu yang mumpuni. Inilah yang membuat guru beliau, Almaghfurlah Yai Munawwar senang
dengan beliau. Maka di ambilah beliau sebagai menantu oleh Yai Munawwar untuk menjadi
suami dari satu- satunya putri yang beliau miliki. Dan selama Bersama sang istri, Yai
Syadzili dikaruniai empat orang anak. Di antaranya Alm. Syeikh Muwaffaq Al-Hafidz yang
sedari umur sembilan tahun sudah bisa mengkhatamkan AlQur'an dan menetap ditanah suci
Mekkah hingga akhir hayat beliau serta dimakamkan disana, Almh. Musyafiyah beliau wafat
sebelum mencapai masa baligh, H. Mu'adz dan yang terakhir Hj. Qayyimah. Setelah itu pada
tahun 1959, istri beliau dipanggil oleh Allah SWT.
Selang beberapa tahun kemudian, ada seorang aghniya' (dermawan) dari Pakis, Kabupaten
Malang, bernama Haji Marzuqi yang memiliki hobi atau kesukaan unik, hobi atau kesukaan
beliau adalah mengambil menantu kyai, seperti KH. Masluchin, KH. Hasan dari pasuruan dan
KH. Ghozali dari Gresik. Pada tahun 1969 beliau (Haji Marzuqi) mendapat informasi bahwa
salah satu menantu KH. Munawwar Sedayu ditinggal kembali ke rahmatullah oleh istrinya
(putri dari KH. Munawwar), dan menantu beliau (KH. Munawwar) merupakan salah satu santri
dari Hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari.
Atas dasar itulah beliau (Haji Marzuqi) meminta Yai Syadzili agar bersedia menjadi. guru
ngaji di Pakis. Setelah melakukan istikhoroh, Yai Syadzili menyetujui permintaan
tersebut. Hingga akhirnya beliau pun pindah ke Pakis, tepatnya di daerah. Sumberpasir
Haji Marzuqi dikenal sebagai tokoh Pakis yang peduli dengan dakwah Islam. Agar
masyarakat mau datang ke masjid dan ikut mengaji, beliau sering kali mengundang
masyarakat sekitar untuk datang ke Masjid dan dijamu dengan berbagai hidangan yang enak.
Tak jarang beliau menyembelih sapi dan kambing lalu dibagi-bagikan kepada masyarakat
yang mau datang ke Masjid. Jika sudah banyak masyarakat yang berkumpul, barulah Yai
Syadzili memberikan pengajian kepada mereka.
Karena tertarik dengan kepribadian dan keilmuan serta semangat dakwah yang ada pada diri
Yai Syadzili, Haji Marzuqi pun kemudian menawari Yai Syadzili untuk dinikahkan dengan
putrinya yang bernama Ibu Nyai Hj. Siti Rahmah Marzuqi yang saat itu berusia 14 tahun
sedangkan Yal Syadzili sendiri pada saat itu berusia 41 tahun. Gayung pun bersambut. Yai
Syadzili kemudian mempersunting Ibu Nyai Hj. Siti -Rahmah Marzuqi. Semenjak Yai Syadzili
menjadi menantu Haji Marzuqi dan menetap di Sumberpasir, maka beliau (Yai Syadzili)
mumulai merintis pendidikan agama di sekitar wilayah sumberpasir.
Merintis Pesantren
Ihwal pendirian PPSQ Asy-Syadzili Pakis, kabupaten Malang, diawali Setelah Haji Marzuqi
sang mertua memberikan sepetak lahan disekitar daerah Sumberpasir, yang kemudian oleh
Yai Syadzili didirikan sebuah pesantren dengan nama Pondok Pesantren Tarbiyah Tahfidzul
Quran (PPTTQ) sebelum kemudian berganti nama menjadi PPSQ Asy-Syadzili. Pada awalnya
tidak ada santri yang menetap, sekitar tahun 1960- an terjadi kejadian aneh, tanpa
alasan yang jelas beliau membubarkan para santri, kemudian beliau merintis kembali
pendidikan agama yang telah dibubarkan tersebut, setelah di rintis kembali maka masuklah
santri dari luar.
Pada tahun 1970 sudah banyak santri yang datang untuk nyantri (menetap), tetapi karena
keterbatasan tempat dan fasilitas , maka mereka belum bisa diterima hingga akhirnya pada
tahun 1975 dibangunlah sebuah asrama kecil di atas tanah waqaf masjid yang i
berkapasitas 15 orang. Ketika tahun 1980-an ada seorang dermawan yang membeli rumah
keluarga Ibu Nyai (Hj. Rahmah Marzuqi) untuk diwaqofkan kepondok, dermawan tersebut
ialah H. Jainal Abidin, dan rumah tersebut langsung difungsikan sebagai tempat tinggal
para santri. Karena keterbatasan tempat, maka pada waktu itu Yai Syadzili membatasi
jumlah santrinya sebanyak 40 korang dan pada saat itu juga pendidikan masih terfokus
pada tahfidzul Qur'an saja. Sebenarnya banyak pihak-pihak yang ingin membangun pondok,
tapi Yai Syadzili belum berkenan untuk membangunnya.
Pola asuh Yai Syadzili kepada anak- anaknya dan kepada santi-santrinya memang beda, tapi
tujuannya sama. Yakni bagaimana agar mereka menjadi hamba Allah yang berilmu, yang mana
dengan ilmu tersebut bisa digunakan untuk kemaslahatan dirinya. maupun seluruh ummat.
Kalau terhadap anak-anaknya, Yai Syadzili menampilkan figur bapak yang lembut, kalau
pada santrinya, beliau sangat tegas. Yai Syadzili betul-betul amanah dalam membimbing
para santri sesuai dengan amanat para orang tua santri.
Yai Syadzili tidak mau mengecewakan wali santri yang sudah titip kepada beliau. Hal ini
sangat dirasakan oleh beberapa santri yang dulu pernah ngaji kepada beliau seperti Kyai
Maftuh (Bululawang), Kyai Khusaini (Malang), Kyai Nur Kholis (Malang), Kyai Nur Salam.
Beliau adalah guru yang menganut sistem tradisional yang keras dan tegas.
Beliau tidak segan-segan memukul santrinya yang tambeng alias nakal dan malas. Hal ini
dilakukan karena beliau sangat sayang kepada santrinya. Beliau ingin melihat santrinya
berhasil dalam tholabul ilmi (menuntut ilmu) dan pulang dengan membawa ilmu yang
bermanfaat. Kenyataan, para santri yang pernah menimba ilmu kepada beliau rata-rata
setelah pulang berhasil menjadi ulama besar.
Meski dalam urusan mendidik santri, Yai Syadzili begitu disiplin dan keras, namun dalam
urusan kebutuhan jasmani, Yai Syadzili seringkali mendahulukan para santrinya daripada
anak-anaknya. "Kalau ada makanan di rumah, seringkali abah menyuruh untuk memberikan
dulu kepada para santri. Putra dan putri beliau diajak untuk hidup prihatin." kenang Gus
Mun'im, putra beliau yang kini diamanahi umtuk melanjutkan tongkat estafet dakwah Yai
Syadzili sebagai pengasuh pondok pesantren.
Mendirikan Majelis Khataman Al-Qur'an
Yai Syadzili semasa hidupnya selalu melekat dengan Al-Qur'an. Hari-hari diisi dengan
mengajar Al-Qur'an, deresan dan sema'an Al-Qur'an. Pada tahun 1960, Yai Syadzili bersama
para kyai yang Og lain membuka majelis khataman Al Qur'an tbil ghoib di Masjid Agung
Jami Malang -a Sebelumnya, beliau meminta do'a dan prestu dari Romo Kyai Arwani Kudus.
Sang waliyullah itupun berpesan agar Yai Syadzili mengadakan khataman sampai wafat
Yai Syadzili betul-betul menjaga keistiqomahan dalam ibadah Sebagai seorang -ulama, Yai
Syadzili benar-benar memiliki sifat n wara dan zuhud Beliau tidak mau melakukan sesuatu
yang hukumnya makruh. Beliau juga ri menghindari makanan yang makruh dan syubhat, alias
tidak jelas balal haramnya. Maka, tidak heran jika beliau benar-benar rmenyiapkan
hidupnya untuk kehidupan yang at sesungguhnya di akhirat.
Beliau Wafat
KH. Ahmad Syadzili Muhdlor menghembuskan nafas terakhirnya dan beliau dimakamkan di
pemakaman g Sumberpasir pada tanggal 24 Jumadil Awal 1412 H/ Oktober 1991 pada usia 73
tahun. Salah satu wasiat almarhum kepada istri g tercintanya adalah "Aku lek mati
selametono lan arek-arek kudu terus golek elmu ojo sampek mandek." (Jika aku meninggal
dunia ntolong adakan acara selamatan, dan anak- i anak harus terus belajar, jangan
sampai berhenti). Wasiat beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan istri beliau (Ibu
Nyai Hj Siti Rohmah Marzuqi) dalam mendidik putra- putri Yai Syadzili selaku penerus
generasi yang beliau tinggalkan untuk menjadi orang yang bermaslahat di masyarakat.
Beberapa Dawuh KH. Ahmad Syadzili Muhdlor -"Rumaten Al- Qur'anmu, engkuk awakmu cek
dirumat Al- Qur'an." Rawat Al-Qur'anmu, nanti biar kamu dirawat Al-Qur'an. -"Qur'ane
dekek'en ngarep ojok dekek mburi, lek Qur'ane didekek ngarep iso bukakno dalan."
Qur'anya taruh didepan jangan ditaruh di belakang, kalau Qur'annya di taruh di depan
bisa membukakan jalan
Selengkapnya dalam buku biografi KH. Ahmad Syadzili Muhdlor,kisah perjalanan hidup”sang hamilul qur’an”